Kumpulan 7 Hadits Tentang Mawaris: Dalil dan Ketentuannya!

Anda sedang mencari hadits tentang mawaris atau warisan? Jika iya, maka Anda sangat beruntung. Di artikel ini kami gelah mengumpulkan informasi yang Anda cari tersebut dengan sistematis dan runut. Semoga bermanfaat ya!

1. Harta Warisan Hanya untuk Ahli Waris

أَلْحِقُوا الفَرائِضَ بأَهْلِها، فَمَا أَبْقَتِ الفَرائِضُ فَلِأَوْلى رَجُلٍ ذَكَرٍ.

“Berikan bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya adalah milik laki-laki yang paling dekat dengan mayit.” (HR. Bukhar dan Muslim)

Berdasarkan hadits ini, dengan jelas disebutkan bahwasanya yang berhak mendapatkan harta waris adalah ahli waris dari mayit yang wafat. Sebagai contoh, jika ayah Anda wafat, maka jelas yang berhak mendapatkan seluruh aset ayah Anda adalah ashabul furudh yang sudah dijelaskan dalam beberapa ayat di surat An Nisa.

Apabila seluruh harta waris sudah diberikan sesuai dengan haknya dan masih ada sisa, maka sisa terebut diberikan kepada laki-laki yang paling dekat dengan mayit. Yang dimaksud al-awla dalam hadits adalah al-aqrab, yang lebih dekat. Laki-laki yang paling dekat, itulah ashabah yang paling dekat.

Untuk pembahasan siapa sajakah ashabul furudh dan ashabah bisa Anda baca sendiri di beberapa web lain yang memang fokus membahas hal tersebut.

2. Tidak Ada Warisan bagi Orang Kafir

لا يرثُ المسلمُ الكافرَ، ولا يَرِثُ الكافرُ المسلمَ

“Orang Islam tidak punya hak waris atas orang kafir, dan orang kafir tidak punya hak waris atas orang Islam.” (HR Bukhari dan Muslim)

Jika ada sebuah keluarga yang di dalamnya memiliki keragaman agama, misalnya ayahnya muslim, ibunya muslim, sedangkan anak-anaknya masuk ke dalam agama lain, maka anak-anak tersebut tidak berhak untuk mendapatkan warisan. Begitupun sebaliknya, jika orang tuanya kafir sedangkan anaknya muslim, maka anak tersebut pun tidak bisa mendapatkan harta waris tersebut.

3. Warisan Bagi Bayi dalam Kandungan


إذا استهل المولود ورث

“Jika anak yang terlahir itu menangis maka dia mendapat waris” (HR. Abu Daud)

Kata istahalla pada hadits diatas diartikan dengan menangis, bersin, tangan atau kakinya bergerak, dan semisalnya, yang memungkinkan bagi kita untuk mengatakan bahwa anak ini lahir dengan selamat. Dengan demikian, bayi yang masih janin berhak untuk mendapatkan warisan

Karena jika sudah ada tanda-tanda kehidupan, maka seketika bayi ini mendapatkan hak warisnya. Jika tidak ada tanda kehidupan atau bahkan anak yang terlahir ini meninggal, maka sebaliknya hak warisnya terhapus dengan sendirinya.

4. Pembunuh Tidak Berhak Mendapatkan Warisan

الْقَاتِلُ لاَيَرِثُ

“Pembunuh tidaklah memperoleh harta waris.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Di masa sekarang ini, kita menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa banyak sekali terjadi kasus pembunuhan di antara sesama keluarga demi mendapatkan harta warisan yang banyak. Jika hal ini terjadi, maka pembunuh dicabut hak warisnya berdasarkan ketentuan islam.

Adapun pembunuh secara tidak sengaja, maka menurut Imam Malik, dia tetap mendapat harta waris. Sedangkan jumhur ulama berpendapat, pembunuh tidak mendapat harta waris, baik dengan sengaja atau tidak.

5. Ancaman Bagi yang Memakan Warisan Orang Lain

مَنْ فَرَّ مِنْ مِيرَاثِ وَارِثِهِ، قَطَعَ اللَّهُ مِيرَاثَهُ مِنَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang lari dengan membawa warisan ahli warisnya, Allah akan memutus warisannya dari surga pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah)

Dengan sangat jelas, pada hadits ini Rasulullah menegaskan tentang haramnya seorang muslim mengambil harta warisan yang bukan haknya. Apabila hal tersebut dilakukan seorang muslim, maka pelakunya akan mendapatkan azab sebagaimana yang sudah disebutkan di atas.

6. Tidak Ada Wasiat Kepada Ahli Waris

Seluruh ulama empat mazhab yang masyhur (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) sepakat tidak boleh memberikan wasiat kepada ahli waris. Dalilnya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

إن الله قد أعطى كل ذي حق حقه فلا وصية لوارث

“Sesungguhnya Allah telah memberi hak kepada setiap pemilik hak. Maka tidak ada wasiat untuk ahli waris.” (HR. Ahmad dan Ashab Sunan dan Nasa-i)

Namun, wasiat kepada ahli waris bisa menjadi halal atau boleh, jika ahli waris yang lain merelakan. Seluruh imam empat mazhab sependapat demikian, namun sebagian ahli fikih menambahkan dua syarat:

  • Ahli waris lain merelakan pada saat mereka layak memberikan kerelaan. Maksudnya layak merelakan, ketika merelakan dia sebagai orang yang berakal, tidak terbelenggu oleh kondisi sakit yang menyebabkan kematiannya, tidak sebagai orang yang safih (kurang akalnya dalam bersikap dan berinteraksi dengan harta) dan dia tahu dengan harta apa yang diwasiatkan.
  • Perelaan tersebut terjadi setelah wafatnya pemberi wasiat (bisa orang tua atau yang lainnya).

7. Ilmu Waris adalah Ilmu yang Terlupakan

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ :قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهَا فَإِنَّهُ نِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَ يُنْسَى وَهُوَ أَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِي

“Wahai Abu Hurairah. Belajarlah ilmu Faraid dan ajarkanlah. Faraid adalah separuh ilmu yang dilupakan. Faraid adalah ilmu yang pertama dicabut dari umatku.” (HR Ibnu Majah)

Terakhir, disini Rasulullah menasihati Abu Hurairah dan umumnya kepada seluruh kaum muslimin untuk belajar dan mengajarkan ilmu faraid (waris). Hal ini karena ilmu ini adalah ilmu yang dilupakan sebagian besar kaum muslim. Wallaahu A’lam

Baca juga:

Hadits Tentang Membantu Orang Lain